Diantara tuntutan
kehidupan dunia yang melelahkan, salah satunya adalah kedudukan. Ibnu wardi
mengatakan, “berat beban karena kedudukan telah melemahkan kesabaranku”. Itu artinya
bahwa konsekuensi dari sebuah kedudukan itu sangatlah mahal. Bahkan kedudukan
dapat menurunkan kesehatan. Karena bertambahnya beban yang harus kita dipikul. Seorang
yang saleh pernah berkata kepada anaknya, “Janganlah engkau menjadi kepala
(pemimpin) sebab kepala banyak menahan rasa nyeri.” Maksud ucapan di atas adalah
bahwa jangan terlalu senang menonjolkan diri dan ingin menjadi pemimpin.
Mengapa? Sebab sasaran kritik, umpatan, dan serangan-serangan lainnya tak lain
hanyalah kepada orang-orang yang berada di barisan paling depan.
Ketahuilah, bahwa beban
berat atau suatu ujian itu bukan hanya pada masalah yang tidak kita sukai saja.
Bahkan, suatu yang kita sukaipun seperti menjadi pemimpin dan mempunyai harta
yang banyak itupun merupakan ujian yang teramat sangat berat. Tidak jarang, sebuah kedudukan itu lebih berat
dari sekedar kekurangan harta dan kemiskinan. Karena semakin tinggi kedudukan
seseorang, maka akan semakin tinggi pula beban yang akan dipikulnya. Sayyidina
Umar ra pernah berkata, “Aku lebih suka diberikan suatu musibah dan ujian
kemudian aku bersabar daripada aku diberi kekayaan dan tidak mampu bersyukur. Sebab
bagaiku, sikap bersyukur lebih berat dilaksanakan daripada sikap bersabar.”
Apa yang Umar ra katakan
sangatlah benar. Bersabar di saat kita mendapat musibah itu lebih mudah
dilaksanakan daripada bersyukur di saat kita mendapat kenikmatan. Karena di
saat kita mendapat musibah, orang bisa ingat kepada Allah. Namun ketika Allah
mengujinya dengan suatu kenikmatan atau bahkan kedudukan, jarang sekali dari
sebagian kita yang mengingat Allah. Justru kenikmatan-kenikmatan itu melalaikan
kita untuk bersyukur, dan menjadikan kita kepada cinta dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar